"WAKAF"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara
ekplisit tidak memiliki rujukan dalam kitab suci Al-Quran. Oleh karena
itu, ulama telah melakukan identifikasi untuk mencari “induk kata”
sebagai sandaran hukum. Hasil identifikasi mereka juga akhirnya
melahirkan ragam nomenklatur wakaf yang dijelaskan pada bagian berikut.
Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang
eksplisit dalam al-Quran dan sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah
wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah berikut :
وافعلوا الخير لعلكم تفلحون
...dan berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”
Imam Al-Baghawi menafsirkan bahwa peerintah untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan silaturahmi, dan berakhlak yangbaik. SementaraTaqiy
al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa
perintah untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan
wakaf. Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut relevan (munasabah) dengan firman Allah tentang wasiyat.
كتب عليكم ادا حضر احدكم الموت ان ترك خير الوصية للوالدين والاقربين بالمعروف حقا على المتقون
“Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda)
kematian dan jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibu bapak
dan karib kerabat dengan acara yang ma’ruf; (ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang takwa.”
Dalam ayat tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan harta benda. Oleh karena itu, perintah melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan ibadah bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan berakar pada al-khayr. Allah memerintahkan manusia untuk mengerjakannya.
B. Pengertian Wakaf
Menurut bahasa Wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), altasbil (tertawan) dan al-man’u (mencegah). disebut pula dengan al-habs (al-ahbas, jamak). Secara bahasa, al-habs berarti al-sijn (penjara), diam, cegah, rintangan, halangan, “tahanan,” dan pengamanan. Gabungan kata ahbasa (al-habs) dengan al-mal (harta) berarti wakaf (ahbasa al-mal).
Penggunaa kata al-habs dengan arti wakaf terdapat dalam beberapa riwayat. Yaitu :
Pertama,
dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Ibn ‘Umar yang menjelaskan bahwa
Umar Ibn al-Khatab datang kepada Nabi saw. Meminta petunjuk pemanfaatan
tanah miliknya di Khaibar. Nabi saw. Bersabda:
ان شئت حبست اصلها وتصدقت بها
“Bila engkau menghendaki, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasinya (manfaatnya)!”
Kedua, dalam
hadits riwayat Ibn Abbas (yang dijadikan alasan hukum oleh Imam Abu
Hanifah) dijelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda :
“Harta yang sudah berkedudukan sebagai tirkah (harta pusaka) tidak lagi termasuk benda wakaf.”
Dalam hadits dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariah (shadaqat jariyah) dan al-habs (harta yang pokoknya dikelola dan hasilnya didermakan). Oleh
karena itu, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab haditas dan fiqih tidak
seragam.. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsuth, memberikan nomenklatur
wakaf dengan Kitab al-waqf, Imam Malik menuliskannya dengan nomenklatur Kitab Habs wa al-Shadaqat, Imam al-Syafi’I dalam al-Umm memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas, dan bahkan Imam Bukhari menyertakan hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya. Oleh karena itu secara nomenklatur wakaf ddisebut dengan al-ahbas, shadaqat jariyat, dan al-waqf.
Secara normative idiologis dan sosiologis perbedaan nomenklatur wakaf
tersebut dapat dibenarkan, karena landasan normative perwakafan secara
eksplisit tidak terdapat dalam al-Quran atau al-Sunna dan kondisi
masyarakat pada waktu itu menuntut akan adanya hal tersebut. Oleh karena
itu, wilayah Ijtihad dalam bidang wakaf lebih besar dari pada wilayah
Tauqifi-Nya.
Ketiga, sebab nuzul (salah satu ayat) dalam surat an-nisaa’ dalam penjelasan Imam Syuraih adalah bahwa:
“Nabi Muhammad saw. menjual benda wakaf.”
Menurut Istilah, wakaf berarti :
حبس مال يمكن الانتفاع به مع بقاء عينه يقطع التصرف فى رقبته على مصرف مباح موجد
“Penahanan
harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan desertai dengan kekal
zat/benda dengan memutuskan (memotong) tasharruf (penggolongan) dalam
penjagaannya atas Mushrif (pengelola) yang dibolehkan adanya.
Atas
dasar sejumlah riwayat tersebut, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab
hadits dan fikih tidaklah seragam. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsut memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Wakaf, Imam al- Syafi’i dalam al-Um memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas, dn bahkan Imam Bukhari menyertakan hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya. Oleh karena itu, secara teknis, wakaf disebut dengan al-ahbas, shadaqah jariyah, dan al-wakaf
Keragaman
nomenklatur wakaf terjadi karena tidak ada kata wakaf yang eksplisit
dalam Al-Quran dan hadits. Hal ini menunjukan bahwa wilayah ijtihad
dalam bidang wakaf lebih besar dari pada wilayah tawqifi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan Wakaf
Seperti
telah diuangkapkan di muka, bahwa secara eksplisit tidak ditemukan
ayat al-Quran yang mengatur tentang wakaf, namun secara implisit cukup
banyak ayat-ayat yang bisa jadi dasar hukum tentang wakaf, yaitu
beberapa ayat tetang infak diantaranya :
1. Qur’an : al Hajj : 77
(يايها
الدين امنوا اركعوا واسجدوا) (اى ارجعوا من تكبر قيام الانسانية الى
توضع الحيوانية ودلة النباتية ( واعبدوا ربكم) بسائر ما كلفكم به
خالصا لوجهه (وافعلو الخير) واجبا ومندوبا واتوجهوا الى الله تعالى فى
جميع احوالكم (لعلكم تفلحون) اى لتضفروا بنعيم الجنة اىافعلوا هده
كلها وانتم راجعون بها الفلاح غير متيقنين
Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebaikan agar kamu beruntung.
2. Qur’an : al Baqarah : 261
(مثل
الدين ينفقون امولهم فى سبيل الله كمثل حبت انبتت سبع سنا بل ) اى سفة
صدقاة الدين ينفقون اموا لهم فى دين الله كصفة حبة اخرجت سبع سنا بل او
المعنى مثل الدين ينفقون اموالهم فى وجوه الخيرات من الوجب والنفل كمثل
زراع اخرجث ساقا تشعب منه سبع شعب فى كلى واحدة منها سنبلة (فى كلى سنبلة
مائة حبة ) كما يشاهد دلك فى الدرة والدخن بل فيهما اكثر من دلك (والله
يضعف ) فوق دلك (لمن يشاء ) على لايضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف
(والله وا سع ) ائ لا يضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف (عليم ) بنية
المنفق وبمن يستحق ىالمضاعفة
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir: seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
3. Qur’an Ali Imran : 92
لن تنالوا الير حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شيء فان الله به عليم
Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
قال ابو حعفر يعنى بدلك جل ثناه : لن تدركو ايها المومنون
البر : وهو البر من الله الدى يطلبونه منه بطاعتهم اياه وعباد تهم له ويرجونه منه, ودلك تفضله عليهم بادخالهم جنة, وصرف عدابه عنهم.
حدثن ابو كريب قال: حدثن وكيع عن شريك عن ابى اسحاق عن عمرو بن ميمون في قوله : لن تنالوا البر, فل ألجنة.
قال ابو جعفر : فتاويل الكلام لن تنالوا ايها المومنون : جنة ربكم
حتى تنفقوا مما تحبون يقول : حتى تتصدقوا مما تحبون وهوون ان نكون لكم من نفيس اموالكم
Kutipan Al-Quran surat Ali Imran ayat 92 tersebut benar-benar
menyentuh. Ternyata menafkahkan harta yang kita cintai merupakan salah
satu jalan sekaligus syarat untuk menyempurnakan semua kebajikan lain
yang sudah, sedang, dan akan kita lakukan. Bisa jadi seseorang telah
banyak berbuat baik. Tampaknya dengan menafkahkan sebagian hak milik
yang sangat dicintai untuk perjuangan di jalan Allah, barulah akan
sampai kepada kebajikan/keshalehan yang sempurna.
Sabab Nuzul ayat tersebutadalah, Seperti diterangkan dalam hadits Nabi
yang diriwayatkan oleh Imam Buchori, Muslim, Tarmidzi, dan An-Nasa’i,
yang diterima dari Anas bin Malik, Beliau menrangkan :
Abu Tholhah diantara salah seorang Sahabat Nabi yang paling banyak
memiliki kebun kurmanya di Madinah, salah satunya kebun kurma Bairuha,
kebun tersebut berhadapan dengan Masjid tempat Nabi sembahyang dan Nabi
sering keluar masuk memakan kurma tersebut dan meminum airnya yang
harum.
Ketika turun ayat tersebut (Ali Imran : 92) Tholhah langsung
mendatangi Rasull lalu ia berkata, :Ya Rasulullah, sesungguhnya kekayaan
yang sangat kucintai yaitu kebun kurma Bairuha, karena ada perintah dari Allah melalui ayat tadi, kusedekahkan bairuha ini kepadamu Ya Rasulullah.
Mendengar ucapan Abu Tholhah, Rasulullah berkata, wahai Tholhah sungguh
engkau beruntung, kebun kurma itu membawa keberuntungan, kalau begitu
alangkah baiknya disedekahkan kebun kurma itu kepada karib kerabatmu.
Timpal Abu Tholhah, ya Rasulullah akan kusedekahkan harta itu sesuai
dengan petunjukmu Ya Rasulullah.
Kemudian dalam Riwayat Abi Hatim dari Muhammad bin Al-Munkodir, beliau
berkata, bahwa ketika turun ayat Ali Imran ke 92, datang sahabat Zaid
bin Haritsyah membawa seekor kuda yang bernama Sibul, Zaid tidak memiliki lagi kekayaan lain selain kuda itu.
Beliau berkata, Ya Rasulullah saya datang akan menyerahkan kuda ini
untuk kepentingan agama, Rasull menjawab “Aku menerima sedekahmu” wahai
Zaid.
Selanjutnya oleh Rasulullah ditunggangkan diatas punggung kuda itu
Usamah bin Zaid anaknya Zaid, lantas Rasull melihat muka Zaid agak muram
masih merasa berat hati melepaskan kuda kesayangannya.
Namun Rasulullah melanjutkan perkataannya. Sesungguhnya Allah telah menerima sedekah engakau Zaid.
Pemahaman konteks atas ajaran wakaf juga diambilkan dari beberapa
hadits Nabi yang menyinggung masalah shadaqah jariyah, yaitu :
عن
ابى هريرة ان رسول الله صلى عليه و سلم قال : ادا مات ابن ادم انقطع عمله
الا من ثلث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعوله (رواه مسلم )
Dari
Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Apabila anak
Adam (manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga
perkara:
Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. (HR. Muslim)
Penafsiran
shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikataakan asuk dalam
pemebahasan wakaf, seperti yang diuangkapkan seorang Imam
دكره باب الوقف لانه فسر العلماء الصدقة الجارية بالوقف
Hadit tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf.
Hadits
Nabi yang secara tegas menyinggung dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu
perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar :
عن
ابن عمر رضى الله عنهما ان عمر بن الخطاب اصاب ارضا بخيبر فئاتى النبي
صلى الله عليه وسلم يستئامره فيها فقال : يا رسول الله انى اصبت ارضا
بخيبر لم اصب مالا قط انفس عندى منه فما تئامرنى به قال : ان شئت حبست
اصلها فتصدقت بها عمر انه لا يباع ولا يوهب ولا يرث وتصدق بها فى الفقراء
وفى القربى وفى الرقاب وفى سبيل الله وابن السبيل والضيف لاجناح على من
وليها ان ياكل منها با المعرف ويطعم غير متمول (رواه مسلم )
Dari
Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar Ra. Memperoleh sebidang tanah
d Khaibar kemudian menghadap kepada Rasulullah untukm memohon petunjuk
Umar berkata : Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di
Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah
engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu
tahan (pokoknya) ntanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian
Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak
belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak
dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari
hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak
bermaksud menumpuk harta (HR. Muslim).
Pada sabda Nabi yang lainnya disebutkan :
عن
ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه وسلم ان مائة سهم لى بخيبر لم
اصب مالا قط اعجب الي منها قد اردت ان اتصدق بها فقال النبي صلعم : احبس
اصلها وسبل ثمرتها (رواه ألبخارى و مسلم
Dari
Ibnu Umar, ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Saw, saya
mempunyai seratus dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat
harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin
menyedekahkannya. Nabi Saw mengatakan kepada Umar : Tahanlah (jangan
jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya
sedekah untuk sabilillah” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Bertitik tolak dari beberapa ayat al-Quran dan hadits Nabi yang
menyinggung tentang akaf tersebut nampak tidak terlalu tegas. Karena itu
sedikit sekali hukum-hukum wakaf yang diterapkan berdasarkan kedua
sumber tersebut. Sehingga ajaran wakaf ini diletakan pada wilayah yang
bersifat ijtihadi, bukan ta’abudi, khususnya yang berkaitan dengan aspek
pengelolaan, jenis wakaf, syarat, peruntukan dan lain-lain.
Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah yang sedikit itu mampu
menjadi pedoman para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafaur Rasyidun
sampai sekarang, dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf
dengan menggunakan metode penggalian hukum (ijtihad) mereka. Sebab itu
sebagian besar hukum-hukum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil
ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad seperti qiyas, maslahah
mursalah dan lain-lain.
Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam yang masuk dalam
wilayah ijtihadi, maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel, terbuka
terhadap penafsiran-penafsiran baru, dinamis, fururistik dan
berorientasi pada masa depan. Sehingga dengan demikian, ditinjau dari
aspek ajaran saja, wakaf merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk
bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf
ini termasuk bagian dari muamalah yang memiliki jangkauan yang sangat
luas, khususnya dalam pengembangan ekonomi lemah.
Memang, bila ditijau dari kekuatan sandaan hukum yang dimiliki, ajaran
wakaf merupakan ajaran yang bersifrat anjuran (sunnah), namun kekuatan
yang dimiliki sesungguhnya begitu besar sebagai tonggak menjalankan roda
kesejahteraan masyarakat banyak. Sehingga dengan demikian, ajaran wakaf
yang masuk dalam wilayah ijtihadi, dengan sendirinya menjadi pendukung
non manajerial yang bisa dikembangkan pengelolaannya secara optimal.
B. Perwakafan Dalam Undang-Undang Di Indonesia
1. Wakaf
sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi
yang perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah
dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
2. Wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat.
C. Regulasi Perwakafan di Indonesia
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tantang Wakaf
3. Peraturan pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004
4. Peraturan pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
Benda Tidak Bergerak yang Dapat Diwakafkan
1. Hak
atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, baik yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.
2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah dan atau bangunan.
3. Tanaman dan beda lain yang berkaitan dengan tanah
4. Hal milik atas satuan rumah sesuai dengan peraturan perundag-undangan yang berlaku.
5. Benda tidak bergerak lain yang sesuai dengan sejarah dan peraturan perundang-unagan.
D. Benda Bergerak yang dapat Diwakafkan
1. Uang Rupiah
2. Logam Mulia
3. Surat Berharga
4. Benda bergerak lain yang berlaku
5. Kendaraan
6. Hak atas kekayaan intelektual
7. Hak sewa sesuai ketentuan syariah dan peraturan perunda-undanga yang berlaku.
E. Unsur-Unsur Wakaf
1. Wakif
2. Nadzir
3. Harta Benda Wakaf
4. Peruntukan Wakaf
5. Jangka Waktu Wakaf
6. Sighat Wakaf/Akad
F. W a k I f
1. Wakif
perseorangan (dewasa, sehat, dan cakap) Organisasi (Pengurus
memenuhi syarat sebagai wakif perseorangan, bergerak dalam bidang
sosial/pendidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.
2. Badan
Hukum (Pengurus memenuhi syarat sebagai wakif perseorangan, Badan Hukum
sah, bergerak dalam bidang sosial/pendidikan/keagamaan Islam dan
kemasyarakatan
3. Pemilik sah harta benda yang akan diwakafkan.
G. N a d z I r
1. Nadzir Perorangan (dewasa, sehata, cakap).
2. Organisasi
(Pengurus memenuhi syarat sebagai Nadzir perseorangan, bergerrak dalam
bidang sosial/pemdidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.
3. Badan
Hukum (Pengurus memenuhi syarat sebagai Nadzir perseorangan, Badan
Hukum sah, bergerak dalam bidang sosial/ pendidikan/kemasyarakatan
/keagamaan Islam.
4. Terdaftar di BWI dan Kemenag (Pendaftaran dapat dilaksanakan setelah proses wakaf bagi nadzir baru.
H. Tugas Nadzir
1. Pengadministrasian
2. Mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai tujuan
3. Mengawasi proses pengelolaan
4. Melaporkan hasil pengelolaan kepada BW) dan Kemenag.
Nadzir dapat memperoleh imbalan maksimal 10 % dari hasil pengelolaan.
I. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1. Calon
Wakif menyerahkan bukti kepemilikan tanah yang akan diwakafkan berupa
sertifikat, Keterangan tidak sengketa Pendaftaran tanah, Keterangan
Bupati tentang kesesuaian Master Plan untuk diteliti PPAIW.
2. PPAIW melakukan pemeriksaan terhadap Nazir.
3. Wakif menyatakan Ikrar Wakaf dihadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan 2 orang saksi bermaterai cukup
4. PPAIW menuangan Ikrar Wakaf alam bentuk tertulis
5. PPAIW menuangkan membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazir, Saksi dan PPAIW.
6. AIW diserahkan kepada Nazir beserta dokumen tanah.
7. PPAIW
menerbitkan pendaftaran wakaf dan mendaftarkan kepada BWI dan Menteria
Agama dengan tembusan Kemenag dan Kanwil Kemenag Provinsi.
8. PPAIW memberikan bukti pendaftaran harta wakaf kepada Nazir.
9. Nazir mengurus sertifikat tanah wakaf ke BPN.
10. Terbit Sertifikat Tanah Wakaf.
J. Wakaf Benda Bergerak Selain Uang
1. Calon Wakif menyerahkan dokumen bukti kepemilikan hata benda wakaf (jika ada)
2. PPAIW melakukan pemeriksaan Nazhir.
3. Wakif menyatakan Ikrar Wakaf di hadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan dua oang saksi.
4. PPAIW menuangkan Ikrara Wakaf dalam bentuk tertulis
5. PPAIW membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazhir, saksi, PPAIW bermaterai cukup.
6. AIW disrahkan kepada Nazhir beserta Harta Wakaf.
7. PPAIW mendaftarkan Benda Wakaf kepada BWI dan Menag dengan tembusan Kemenag dan Kanwil Kemenag Provinsi.
8. Nazhir mengurus pengalihan bukti kepemilikan kepada Instansi terkait.
9. Terbit bukti kepemilikan Harta Benda Wakaf.
BAB III
KESIMPULAN
1. Wakaf menahan dzat/benda dan membiarkan nilai manfaatnya demi mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala.
2. Merupakan ibadah kebendaan yang secara tekstualitas tidak ditemukan
ayat nya di dalam al-Quran, kecuali ada beberapa hadist Nabi yang
secara eksplisit memberikan kepastian tentang hukum wakaf.
3. Wakaf
adalah amalan yang disunnahkan, teermasuk jenis sedekah yang paling
utama yang dianjurkan Allah dan termasuk bentuk taqarrub yang ermulia,
serta merupakan bentuk kebaikan dan ihsan yang terluas serta banyak
manfaatnya.
4. Wakaf merupakan amal yang tidak pernah terputus, meski orang yang memberikan wakaf sudah meninggal dunia.
5. Wakaf
ditentukan peruntukannya, seperti untuk sarana peribatan seperti;
masjid, langgar, mushala, yayasan pendidikan, yayasan panti jompo dan
untuk sarana peribadatan sosial lainnya.
6. Disyariatkan
harta yang diwakafkan bermanfaat secara langgeng seperti gedung, hewan,
kebun, senjata, perabot dan yang berkembang sekarang adalah wakaf uang
tunai, dan wakaf hak kekayaan intelektual.
7. Pensyariatan
wakaf adalah hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, “Umar memperoleh
tanah Khaibar, Kemudian mendatangi Nabi SAW Seraya berkata, Saya
memperoleh tanah yang tidak pernah saya dapatkan harta yang lebih
berharga darinya, Lalu apa yang engkau perintahakan kepada saya? Nabi
SAW bersabda, Jika berkenan, kamu dapat menahan (menafkahkan) pokoknya
dan bersedekah dengannya. Kemudian Umar bersedekah agar tanah tersebut
tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan, tapi hanya untuk
fakir miskin, kerabat, budak-budak, orang yang dijalan Allah, para tamu
dan ibnu sabil. Sehingga orang yang mengurusnya tidak berdosa mengambil
makan darinya dengan cara yang baik atau memberikan makan kepada semua
yang tidak mempunyai harta.